Mengenal Aksara Jawa Paugeran Sriwedari, Apa Bedanya dengan Aksara Jawa yang Biasa?
BABAD.ID | Stori Loka Jawa – Aksara Jawa yang dikenal dengan Hanacaraka merupakan turunan dari aksara Brahmi (berasal dari bahasa Hindustan).
Aksara ini digunakan untuk menulis Bahasa Jawa, Makassar, Madura, Melayu, Sunda, Bali, dan Sasak. Namun di negeri Hindustan sendiri memiliki beragam aksara, termasuk aksara Pallawa dari India bagian selatan.
Sama halnya dengan negeri Hindustan, Nusantara mempunyai bukti sejarah berupa Prasasti Yupa di Kutai Kalimantan Timur yang ditulis dengan Aksara Pallawa dan merupakan cikal bakal berbagai aksara daerah.
Aksara Jawa/Hanacaraka dalam bentuk aslinya ditulis menggantung (di bawah garis) seperti aksara Hindi, namun dalam pendidikan modern sekarang ditulis di atas garis.
Aksara Jawa yang kita kenal sekarang terdiri dari 20 huruf dasar (aksara nglegena) dan 20 pasangan huruf penutup vokal. Dan ternyata Aksara Jawa yang kita kenal sekarang ini mengandung beberapa paugeran.
Paugeran yang umum digunakan dan diajarkan di sekolah-sekolah saat ini adalah gaya penulisan Paugeran yang disepakati oleh tiga gubernur Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tujuan perjanjian ini yaitu untuk membakukan penulisan Aksara Jawa pada berbagai dokumen dan tanda, khususnya di daerah yang mempunyai budaya Jawa yang kuat.
Namun cara penulisan Aksara Jawa Gagrag Sriwedari juga unik dan sedikit berbeda dengan Aksara Jawa biasa.
Gagrag Sriwedari merupakan evolusi dari aksara tradisional Jawa yang diperkenalkan dan disempurnakan di sekitar Keraton Surakarta, khususnya di daerah Sriwedari.
Baca Juga: Inilah Filosofi dibalik Pasangan dan Pangkon dalam Aksara Jawa yang Perlu Kamu Ketahui!
Paugeran Penulisan Aksara Jawa Gagrag Sriwedari
Dikutip dari website Universitas STEKOM, Paugeran Sriwedari (disebut juga Wewaton Sriwedari, Pedoman/Ketetapan Sriwedari) merupakan pedoman penulisan aksara Jawa yang pertama kali dirumuskan dalam suatu pertemuan.
Pedoman tersebut ditetapkan dalam (Keputusan Sarasehan Komisi Kesusastraan) di Sriwedari, Surakarta pada tahun 1926.
Meskipun semakin banyak terbitan cetak yang menggunakan Aksara Jawa, terbitnya Gagrag Sriwedari didasari oleh beragamnya gaya penulisan Aksara Jawa pada masa itu.
Perbedaan ini dapat mengakibatkan kesalahan membaca atau memahami.
Dikutip dari makalah Ariyanti dkk., yang berjudul "Aksara Jawa dan Aksara Pasangan", telah terjadi beberapa perubahan penting dalam penggunaan dan susunan aksara Jawa sejak tahun 1926 hingga saat ini.
Salah satu perubahan yang paling penting adalah penyederhanaan huruf vokal, terutama pengurangan penggunaan taling tarung untuk vokal "O".
Aksara Jawa Gagrag Sriwedari juga melakukan beberapa penyesuaian dalam penggunaan sandhangan dan pasangan.
Sandangan merupakan simbol tambahan yang digunakan untuk menghilangkan huruf vokal dari konsonan.
Mengutip makalah Wicaksono (2021) “Apakah Ada Perbedaan dalam Penulisan Aksara Jawa Menurut Ejaan Sriwedari dan Ejaan yang Disetujui oleh Tiga Gubernur (Gubernur Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur)?”, paugeran Sriwedari merupakan tata cara tulis aksara Jawa sejak tahun 1926.
Ditulis oleh aktivis seni dan budaya Jawa, Wicaksono, Aksara Jawa awal ini digunakan pada tahun 1950-an dan masih berbasis aksara Kawi, yang masing-masing daerah mempunyai persepsi tersendiri terhadap tulisan.
Aturan-Aturan Penulisan
Sistem penulisan Sriwedari diperkenalkan pada tahun 1926 karena adanya huruf dan sandangan yang sudah tidak digunakan lagi.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Jawa seperti aksara mudhanya-maparana dha (ꦞ) dan tha (ꦜ), diadakan Konferensi Sriwedari di Surakarta.
Konferensi Sriwedari yang diselenggarakan di Surakarta pada tahun 1926 menyatukan tata cara penulisan Aksara Jawa yang disederhanakan dan dibakukan. Penyederhanaannya meliputi:
- Aksara Mahaprana dihapuskan, sebagian aksara Mahaprana menjadi Murda (aksara hormat).
- Pengurangan sandangan, khususnya sandangan dirga (untuk vokal panjang).
- Penggunaan konsonan dwitta di akhir kata, perubahan vokalnya ditulis miring sebagai imbuhan.
- Terjadinya “Taling tarung palsu” dan “Wignyan palsu”
Adapun beberapa aturan penting dalam penulisan Aksara Jawa Gagrag Sriwedari, yaitu:
- Bentuk aksara,
Berisi 20 huruf dasar, 14 huruf pasangan, dan 4 huruf swara. Aksara dasar terdiri dari 12 aksara hidup dan 8 aksara mati.
Karakter berpasangan merupakan kombinasi karakter dasar dan karakter swara. Sedangkan huruf Swara digunakan untuk melambangkan bunyi.
- Cara penulisan suku kata
Suku kata bahasa Jawa terdiri atas satu huruf atau lebih.
Suku kata terbuka (vokal akhir) ditulis menurut urutan hurufnya. Sedangkan suku kata tertutup (konsonan akhir) ditulis dengan tambahan sandhangan.
- Penggunaan sandhangan
Sandangan adalah tanda baca yang digunakan untuk mengubah bunyi suatu huruf, dan terbagi menjadi dua jenis yiatu sandangan vokal dan sandangan konsonan.
Vokal "sandangan" digunakan untuk mengubah vokal dan konsonan "sandangan" digunakan untuk mengubah konsonan.
- Tanda baca
Tanda baca yang digunakan pada Aksara Jawa Gagrag Sriwedari hampir sama dengan tanda baca yang digunakan dalam Bahasa Indonesia.
Tanda baca yang umum digunakan antara lain titik, koma, tanda tanya, dan tanda seru.
Baca Juga: Mudah Banget, Ini Cara Konversi Bahasa Indonesia ke Aksara Jawa
Contoh Penulisan
Setelah mengetahui aturan penulisan aksara Jawa Gagrag Sriwedari, berikut ini merupakan contoh penulisan aksara Jawa Gagrag Sriwedari,
- Terkait dengan taling tarung palsu dan bunyi N mati dan NY mati, seperti pada kata “KANCA”
KANCA (dibaca kåncå)
Sriwedari = ꦏꦺꦴꦚ꧀ꦕ (kony-ca)
Penulisan KBJ (Kongres Bahasa Jawa 1992, aksara Jawa biasa) = ꦏꦤ꧀ꦕ (kan-ca)
Pada Sriwedari, aksara N mati (ꦤ꧀) jika diikuti huruf JA (ꦗ) dan CA (ꦕ) berubah menjadi NYA (ꦚ), karena menyesuaikan dengan pergerakan lidah kita. Jadi sistem ini masih mengikuti cara Kawi/ Sansekerta.
Pada paugeran Sriwedari jika ditulis ꦏꦚ꧀ꦕꦔ (KANY-CA) maka akan terbaca kany-cå (kan-co), karena itulah penulisan suku kata depan diubah diberi taling tarung, karena bunyi O sigeg akan terbaca ó yg mirip dengan å
Sehingga ditulis Kony-Ca ꦏꦺꦴꦚ꧀ꦕ.
- Perubahan terkait dengan wignyan palsu dan penghilangan aksara panglancar, seperti pada kata “DIANA”
DIANA:
Sriwedari = ꦝꦶꦪꦤꦃ (di-ya-nah)
KBJ 1992 = ꦝꦶꦲꦤ (di-ha-na)
Pada paugeran Sriwedari terdapat aksara YA sebagai pelancar untuk dwi vokal yang saling berjajar, karena saat kita mengucapkan di-a seolah-olah terdapat bunyi YA.
Pada kata terakhir, harus dimatikan dengan sandhangan ꦃ (wignyan atau h-mati). Sandhangan tersebut yang dinamakan wignyan palsu, tujuannya karena jika tetap suku kata terbuka maka akan terbaca di-yå-nå (diyono, nama laki-laki).
Kesimpulan
Aksara Jawa “Gagrag Sriwedari” merupakan pedoman penulisan Aksara Jawa yang pertama kali dirumuskan dalam sebuah konferensi.
Aksara yang digunakan sebelumnya berjumlah 50 aksara, berdasarkan aksara Kawi dan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.
Aksara Jawa Aksara Gagrag Sriwedari digunakan sebagai pedoman penting dalam menulis bahasa Jawa.
Kebijakan ini harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda agar bahasa Jawa menjadi lestari.
Referensi
…. Wewaton Sriwedari. [Online].
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Wewaton_Sriwedari - diakses pada 11 Desember 2024
Aryanti, I., D., dkk. 2024. Aksara Jawa dan Aksara Pasangan. [Online].
https://id.scribd.com/document/736481396/Makalah-Aksara-Jawa - diakses pada 11 Desesmber 2024
Wicaksono, M., B. 2021. Apakah Ada Perbedaan dalam Penulisan Aksara Jawa Menurut Ejaan Sriwedari dan Ejaan yang Disetujui Oleh Tiga Gubernur (Gubernur Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur)?. [Online].
https://qr.ae/pYXNqq - diakses pada 11 Desember 2024
Penulis: Laila Immatun Nissak, Mahasiswa Pendidikan berdarah Jawa yang menyukai Yogyakarta dan seisinya
Posting Komentar